SEKAT


Kini langit mungkin telah bosan mendengar do’a yang aku panjatkan. Mungkin kini namamu telah memenuhi ruang mengisi rongga diatas awan. Merelakan segalanya, membiarkan hujan jatuh bersama kekecewaan.
Kaulah cinta yang sejatinya tak bisa aku ungkapkan, sebab pertemanan sudah mengikat erat dengan hangat. Namun semuanya sudah terbongkar karena ketidak sengajaan. Cinta yang bertahun-tahun aku tanam kini gugur karena sebuah pertanyaan. Hatiku remuk tertimpa rasa salah yang terus kau lontarkan dalam bulir air mata.
Untuk apa?? Kau tak perlu merasa bersalah sebab diantara kita hanya kenyataan yang harus disalahkan. Tenanglah, kau bahagia saja. Cinta ini biar menjadi urusanku. Tak perlu kau usik, tak perlu kau tanya, tak perlu kau pinta. Sebab cintaku sudah kosong tak bernyawa.

Dikandung kecewa, dilahirkan merana.

Kini setelah pengakuan atas cintaku padamu, tingkahmu begitu berbeda. Kau Memaku tanda tanya lebih dalam di dada, mengikis penasaran menjadi begitu tipis, membuat harapan semakin menyala di pelataran. Senyum yang kau berikan kini lebih bernyawa. Memompa jantung lebih kencang dari debar sebelumnya. Aku paham, kita adalah cinta yang sama.
Merawat harap, mengasuh rapuh

Waktu merelakan senyummu menjadi kagum yang terangkum, aku menikmatinya, menatapnya hingga sirna. Selamat untuk hati kita yang semakin dekat. Rindu selalu hadir di tiap detik yang getir. Bunyi notifikasi menjadi hal yang paling aku nanti. Temu menjadi obat segala rindu. Bahagia menjadi hal yang paling istimewa.
Hingga akhirnya... aku sadar bahwa bahagia kita ada batasnya.
Aku paham kekasihmu adalah sebaik-baiknya arah pulang. Namun aku sudah menyiapkan singgasana paling mewah dihatiku. Duduklah, jangan kemana-mana. Hatiku sudah terlanjur menjamu tamu yang hanya akan membuat hancur. Melangkahlah, kau akan ku tunjukkan arah. Jika ingin bertahan menyinggahi dua hati, aku persilahkan. Tetaplah menjadikan hatiku arah pulang namun kekasihmu akan selalu menunggu kau datang. Kau dilanda bingung tak berkesudahan, ingin memilih salah satu namun keduanya adalah kebahagiaan. Utuh tanpa berlabuh, hanyut jika terus berlanjut.

Mendewasakan kenyataan, menuakan kekecewaan.
Sekarang biarlah cinta kita tetap bermelodi, melantunkan suara penuh sandiwara agar kita masih bisa bahagia. Jika sudah waktunya tiba, berpulanglah. Aku akan bermelodi sendirian, mengeluarkan suara penuh penderitaan. Sebab kekasihmu adalah sekat paling lekat yang membuat hatiku rela menunggu hingga berkarat.

Mematikan rasa, menutup paksa bahagia
Saya Gak Mau Masuk Penjara! - Kompasiana.com

Komentar

Postingan Populer