REGAS


     Malam begitu suram dengan hujan yang membasuh segala kenangan. Siapa yang mudah melupa akan hal bahagia? Hampir tiada. Dingin menusuk ke dalam rongga dada yang sesak setelah menangis terisak-isak. Tepat beberapa jam yang lalu, kalimat yang efeknya paling hebat kau lontarkan tanpa rasa belas kasihan. Iya, perpisahan. Kau lenyapkan segala harap yang terucap, mengikis tawa menjadi tangis, mengelola bahagia sebagai sumber daya akan melimpahnya derita. Lengkap sudah kekecewaan, mati sudah segala mimpi.

Janji sudah mekar, ingkar adalah akar

     Maaf adalah kata yang paling juara untuk meredupkan suasana. Begitu mudah diungkapkan, begitu mudah dilupakan. Kini aku melangkah tanpa arah, sebelumnya kau adalah sebuah arah sebelum semesta mengharuskan kita berpisah. Jarum jam berdetik menyatu dalam detak dan hujan rintik. Menandakan bahwa sudah dini hari, dan jariku masih menari-nari. Sosokmu pun aku biarkan menari di atas ketidak berdayaanku kehilanganmu. Mata menolak untuk terpejam, raga lunglai ingin di istirahatkan dan otak selalu menolak akan sebuah kekejaman.
     Daun-daun berjatuhan di pelataran mewakili gugurnya segala pengharapan. Bukankah wanita senang untuk di perjuangkan? Lantas apa yang membuatmu menghentikan segala langkahku? Berbagai macam rintangan dengan mudah terlewati sebab kau masih menemani. Namun kini aku melangkah menginjak duri yang kau tebar sepanjang hari. Setiap bahagiamu adalah luka bagiku. Namun dengan mudah kau menyuruhku berpaling pada hati orang lain. Apa arti sebuah cinta jika yang tumbuh adalah benih luka?

Rindang dalam harap, patah tanpa arah

     Angin yang melintas adalah tanda bahwa aku harus berhenti bertugas, membahagiakanmu adalah tugasku. Lantas, kemana kau yang dulu? Yang tak rela bila orang lain menggantikan tugasku. Kau bilas segala janji dengan alasan tak merasa berjanji. Kau peluk aku dengan erat, kau pergi tanpa membuka jerat. Kini yang tersisa hanyalah harapan kosong tanpa isi. Sabar menanti dalam harap yang tinggi, menyatu yang tak lagi diiringi temu, mentitah langkah yang hilang arah.

Berbalut luka, menyerupa bahagia

     Kesenangan kini hanyalah kenangan. Kenangan kini hanyalah kepedihan. Kepedihan kini hanyalah santap setiap saat. Hari berganti, tanggal berubah. Cinta yang dalam ini harus kembali aku lantunkan dalam do’a pasrah. Tak ada kata menyerah untuk terus melangkah. Membangun pondasi cinta dengan do’a, menyusun rencana indah bersama hayalan yang bermuara, hingga semesta menghadirkan takdir yang begitu getir. Kau bukan milikku, kau bukan untukku.
     Selamat kembali menempuh sebuah perjalanan tanpa diiringi puisi, senda gurau, cubit sana-sini, peluk erat, video call berjam-jam, basah akan hujan dan hal-hal yang sering kita lakukan. Terimakasih jika mengizinkan aku untuk terus berlayar tanpa henti membawa segala harap dan janji. Dan kini, aku harap kau tak enggan untuk menjadi arah pulang dalam palung hatiku.

Raga memelas, hati harus ikhlas




Komentar

Postingan Populer