Dibunuh Waktu
Kini tulisan hanyalah menjadi
perwakilan atas segala perasaan. Tentang waktu yang terus menerus memberi
pelajaran. Akulah sosok yang diciptakan untuk menelan segala kepedihan hingga
bahagia terus menjauh tak kelihatan. Beberapa tulisanku ada untuk kalian
nikmati sembari menikmati kopi, meraba rona jingga dilangit atau mungkin
berekspektasi untuk bahagia pada satu hati. Seduhlah kopi, aduk, jangan
dicampur gula. Kemudian rasakan pahitnya, nikmat Atau tidak? Ya begitulah
sekarangku; Dituangnya rasa kecewa, diaduknya rasa bahagia, namun yang
dinikmati adalah luka.
Meracau tangis dibalut senyum manis
Setiap perjalanan akan memberikan
pelajaran, setiap cinta ada untuk dijadikan kenangan dan setiap hati mempunyai
sosok dambaan. Jatuh cinta itu mudah, yang sulit adalah bagaimana kita
mengungkapkannya. Bermula masa SMP dulu,
Aku mendamba namun tak berani mengungkapkannya. Hingga waktu terus berputar dan
yang aku damba sudah berpacar, tetap saja aku ragu untuk menjelaskan semuanya.
Berkunjung ke lain hati sudah aku lakukan, tetap saja jika gagal aku masih
kembali mendambamu. Entah kenapa aku selalu marah dan kesal saat tau kekasihmu
membuat kecewa. Jujur, aku ingin sekali ikut campur dalam kisah asmaramu.
Namun, aku rasa itu tak perlu sebab aku bukan siapa-siapa di hatimu.
Berkabut ragu berembun malu
Kini waktu memberi kesempatan untuk
mendekatkan bahagia bersamaku. Aku menari-nari karena kini tak perlu lagi
memendam rasa itu dihati. 7 tahun lamanya tertanam, baru kini terungkapkan itu
juga karena ketidak sengajaan. Padahal aku ingin langsung datang melamarmu
nanti. Hati ini bergelimang cahaya. Senyum yang tadinya hilang kini menjadi
pulang, bahagia yang tadinya jauh kini aku dekap dengan erat. Hingga ibuku
sendiri terheran-heran, ternyata anaknya bisa menjadi sosok periang. Terimakasih waktu, teriak hati kecilku.
Menari-nari bersama mentari yang menyinari
Sosok yang aku sebut namanya dalam
doa kini menjadi nyata. Meregas segala kecewa, menepis segala tangis, menyapu
bersih debu-debu usang di masa lalu. Pertanda bahwa aku bahagia bersamamu. Aku
tak ragu untuk bercerita pada ibuku bahwa kaulah penyebab segala bahagiaku.
Menyongsong tinggi harapan hingga lupa bahwa dibawah ada kecewa yang sedang
menebang perlahan. Kau membuatku tak sadar akan semua kenyataan sebab yang aku
inginkan hanyalah terus bersamamu. Telponan berjam-jam, video call,
berboncengan, bergandeng tangan, berpeluk dalam kerinduan. Semua sudah terjadi
bukan? Kau, aku, atau mungkin semesta juga ikut bahagia.
Meruncing kenyataan menusuk perlahan
7 Tahun lamanya aku mendamba, baru
kali ini waktu begitu baik memberiku kesempatan. Sosok cantik jelita yang
berhias tawa, yang tiap malam aku memikirkannya, yang fotonya terletak pada
sudut tempat tidurku. Aku terlalu bahagia mungkin, hingga tak sadar bahwa
dihatimu ada satu sosok yang terus menunggu. Baru beberapa tahun ia bersamamu,
aku bisa selamanya mendambamu. Namun waktu sudah meruncingkan jarumnya,
menjahit bahagia kemudian dirobeknya rasa sakit. Kau berbicara seakan tak
berpikir bahwa ini adalah saat yang aku takutkan.
7 tahun
lamanya...
7 tahun
lamanya...
Bersaksi
atas segala kekecewaanmu, mendengar segala keluh kesahmu pada sosok BAJINGAN
yang hanya menyakitimu.
Sebab sungguh saat kau dikecewakan hatiku meneriakkan sesuatu.
Bagaimana
mungkin kau dengan mudah berpamitan? Bagaimana mungkin kau memilih sosok lain?
Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin? Cinta yang aku tanam kau cabik-cabik
dengan kenyataan bahwa hatimu sudah berpasangan. Tak apa, berjalanlah diatas
cinta yang aku tanam. Injak, rusak, cabut, pangkas, regas. Asal kau tetap
bahagia aku akan tetap rela menjadi jalan setapak untuk mengantar bahagiamu.
Tak perlu kau hiraukan tangisku. Aku sudah terbiasa diombang-ambing kecewa.
Teruslah melangkah, kembalilah jika
hilang arah. Aku hanya bisa kembali melantunkan doa-doa pasrah.
Waktu telah habis kesempatan sudah terkikis
Komentar
Posting Komentar