Padam
Aku terhenti di persimpangan jalan, tampat dimana ragamu selalu menungguku. Bersiasat bahwa masih bisakah aku bergelut dengan luka tanpa kehadiranmu. Pohon yang rindang itu masih ada, ragamu yang sudah hilang. Hingga akhirnya aku hanya menjemput kenyataan.
Berjibaku masa lalu
Pelukmu lenyap di bola mataku, sayup-sayup angin menyapu air
mata. Memacu kendaraan yang seringkali kau tanyakan kabar, padahal itu benda
mati. Melewati padatnya ibu kota, bibirmu tak berhenti berkeluh kesah. Hingga
jalanan sudah senggang kau mulai bercerita tentang apa yang terjadi di kelasmu
tadi. Tentang teman yang menyebalkan, dosen yang baik atau hal-hal yang terjadi
lainnya. Telingaku menyantap ceritamu dengan penuh kegembiraan, asal bukan
tentang kesedihan. Matahari memunculkan rona indahnya, sekejap yang membuatku
bingung; lebih indah senyummu atau senja itu. Tanpa memikirkan waktu, pelukmu
terus bertengger di tubuhku, dengan sesekali kepalamu merebah di bahuku. Hingga
tiba didekat rumah, kau tak pernah meminta lekas pulang.
Berkhayal dengan sadar
Setelah terhenti, ternyata aku masih terbawa aura kenangan
yang sama-sama kita ciptakan. Begitu menyayat perasaan. Aku hanya mengingat
bahwa kita pernah sebahagia itu dahulu tanpa disadari itu hanya cerita masa
lalu. Aku sendirian, berkencan dengan kenyataan.
Raga semakin ragu untuk melangkah sebab terjebak dalam
cerita indah. Menjalani hidup tanpa adanya dirimu bukan hal yang mudah, dimana
biasanya di tiap bangun tidurku kau selalu menjadi sosok yang aku tatap di
layar handphone.
Bersandar menanti
kabar
Ramai notifikasi tak pernah sanggup menghasut rasa sepi.
Mungkin jika salah satunya adalah pesan darimu itu bisa menyulut api semangat
kembali. Namun nyatanya di setiap bunyi dering ta ada yang mewakili kabarmu.
Menuntut jemariku berhenti menulis pesan yang sejatinya tak pernah bercentang
biru. Bertanya pada tiada sedang apakah sosok yang selama ini aku damba;
Rindukah? Atau kau semakin bahagia bersamanya.
Berakhir di ingkar
Bukankah kita pernah saling mengaitkan masing-masing jari
kelingking dengan janji bahwa kau akan terus bersamaku? Omong kosong. Nyatanya
kau pergi tanpa penuh kejelasan. Meninggalkan hati yang bertahun-tahun tak
berhenti berotasi. Harus seperti apa lagi agar kita kembali menggenggam impian
tanpa penuh keraguan. Merangkul asa dengan pondasi bahagia disetiap cerita. Mungkin
setelahnya ini hanya angan dan aku harus mengikhlaskan segala kehendak yang kau
inginkan.
Beredar dalam
kegelapan
Kini harap sudah padam, cinta yang membuatnya menyala sudah
enggan untuk kembali membara, bahagia yang kini hanya menyerupa abu penuh
nestapa. Hilang tertiup angin, lenyap bersama hujan yang selalu menawarkan
kerinduan. Bersamaan dengan tulisan ini, aku mengucap selamat atas masa-masa
yang pernah kita rasa. Kini aku mencoba melupa janji yang pernah terucap, melangkah
bersama gelap yang masih mendekap. Selamat tinggal tempat berotasi, selamat
jalan cahaya penuh imajinasi.
Bersamaan ketiadaan,
mengakhiri keadaan.
Komentar
Posting Komentar